Animo Petani Tebu Blitar Terus Meningkat, Ini Sebabnya

Rejoso Manis Indo, 03 October 2022 | Penulis : Muhamad Devi Riswandi
Animo Petani Tebu Blitar Terus Meningkat, Ini Sebabnya
Jumlah petani yang kirim tebu ke pabrik meningkat dari tahun ke tahun. Dari 300 petani saat giling perdana pada tahun 2019, menjadi 1.200 orang pada tahun 2022.

Sebelum ada Pabrik Gula (PG) Rejoso Manis Indo (RMI), tebu sempat tidak menarik bagi banyak petani. Harga jual yang rendah plus biaya produksi yang terus naik menjadi penyebabnya. Mereka merasa tidak mendapatkan keuntungan karena hasilnya tidak sebanding dengan jerih payahnya. Tak mengherankan jika kemudian banyak petani, termasuk di Blitar, memensiunkan tebunya, dan mengganti tanaman di lahan mereka dengan pohon sengon.

Namun, sejak PG RMI beroperasi, pohon sengon mereka bongkar. Lahan kembali ditanami tebu. Mereka bersemangat lagi karena manisnya harga yang ditawarkan RMI. 

PG RMI pun mendapatkan berkahnya. Jumlah petani yang kirim tebu ke pabrik meningkat dari tahun ke tahun. Saat giling dimulai pada tahun 2019, jumlah petani tebu 300 orang. Pada musim giling tahun 2020 menjadi 893 orang. Lalu meningkat lagi menjadi 998 orang pada tahun 2021 dan menjadi 1.200 orang pada tahun 2022.


Sebelum RMI Beroperasi

Sebelum ada PG RMI, para petani di Blitar dan sekitarnya bisa menjual tebu mereka dengan harga terendah Rp 40 ribu/kwintal atau Rp 400 rb/ton. Sedangkan harga tertinggi Rp 60 ribu/kwintal atau Rp 600 ribu/ton. 

Satu truk tebu berisi rata-rata 8 ton, sehingga dari penjualan tebu dari satu truk tersebut petani mendapatkan antara Rp 3,2 juta (Rp 400 ribu x 8 ton) hingga Rp 4,8 juta (Rp 600 ribu x 8 ton). 

Jika dikaitkan dengan luas lahan, dengan asumsi setiap hektar bisa menghasilkan 100 ton tebu, maka hasil penjualan tebu petani dengan harga terendah (Rp 400 ribu/ton) per hektarnya adalah Rp 40 juta. Jika petani berhasil menjual dengan harga tertinggi (Rp 600 rb/ton), maka ia mendapatkan 60 juta per hektar. Ini pendapatan kotor.

Berapa pendapatan bersihnya? Secara sederhana, kita bisa menghitung pendapatan bersih (PB) petani tebu per hektar dengan mengurangi harga jual (HJ) tebu dengan biaya produksi (BP) per hektar dan biaya angkut (BA) per hektar. Kita tulis saja rumusnya: PB = HJ-BP-BA.

Sebelum kita hitung PB per hektar dengan rumus tersebut, perlu kita ketahui dulu BP dan BA per hektarnya. BP per hektar berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta (kita pakai saja Rp 15 juta). Sedangkan BA per hektar sekitar Rp 5 juta.

Untuk HJ Rp 40 juta/hektar (harga terendah), maka PB = HJ-BP-BA = Rp 40 juta - Rp 15 juta - 5 juta = Rp 20 juta.

Untuk HJ Rp 60 juta/hektar (harga tertinggi), maka PB = HJ-BP-BA = Rp 60 juta - Rp 15 juta - 5 juta = Rp 40 juta.

Jumlah itu tidak banyak berarti bagi petani, mengingat waktu tanam hingga panen (tebang) tebu yang mencapai 1 tahun (12 bulan) serta luas lahan yang digunakan. Kita asumsikan produktivitas petani mencapai 100 ton tebu per hektar dan bisa menjual tebunya dengan harga tertinggi (Rp 60 juta per hektar). Maka pendapatan bersihnya maksimal Rp 40 juta per hektar per tahun. Jika jumlah ini jika dibagi 12 bulan, maka pendapatan bersih petani per hektar per bulan tak lebih dari Rp 3,3 juta. 


Sejak RMI Beroperasi

Sejak memulai giling pada tahun 2019, PG RMI menerapkan harga yang layak dalam membeli tebu petani. Harga terendah bisa mencapai Rp 65 ribu per kwintal atau Rp 650 ribu per ton. Ini berarti, dalam satu kali kirim dengan truk bermuatan 8 ton, pendapatan dari penjualan tebu ke RMI minimal Rp 5,2 juta (Rp 650 ribu x 8 ton).

Ditinjau dari sisi luas lahan, petani yang bisa memaksimalkan budidayanya akan mendapat 100 ton hingga 110 ton tebu per hektarnya. Kita pakai saja 100 ton per hektar, untuk memudahkan perhitungan. Dengan patokan itu, harga terendah penjualan tebu ke PG RMI bisa mencapai Rp 65 juta per hektar.

Berapa pendapatan bersihnya per hektar? Mari kita hitung dengan rumus PB = HJ-BP-BA. 

Kita pakai data HJ sebesar Rp 65 juta, BP-nya Rp 15 juta, dan BA-nya Rp 5 juta. Maka PB = HJ-BP-BA = Rp 65 juta - Rp 15 juta - 5 juta = Rp 45 juta.

Rp 45 juta ini merupakan pendapatan bersih minimal per hektar (dengan perhitungan harga jual terendah) di PG RMI. Terlihat selisihnya cukup signifikan dibandingkan dengan pendapatan bersih terendah petani sebelum ada RMI (Rp 25 juta per hektar).


Insentif dan Kemudahan

Bukan hanya harga layak yang membuat petani tebu kembali bersemangat sejak PG RMI beroperasi. Beberapa program PG RMI untuk petani juga menarik perhatian. Salah satunya adalah Tebu Manis, sebuah program yang memberikan insentif berupa harga lebih tinggi bagi petani yang kualitas tebunya bagus, yakni yang nilai brix-nya minimal 19. 

Kemudahan-kemudahan yang diberikan PG RMI juga menyuntikkan semangat lebih kepada para petani. Contohnya akses langsung petani tebu ke PG RMI. Akses ini bisa dimiliki semua petani, termasuk petani kecil yang lahannya tidak luas. Lahan setengah hektar saja, misalnya, bisa didaftarkan, sehingga petani bisa kirim tebu sendiri ke PG RMI, tidak harus menitipkan tebunya ke petani besar yang lahannya lebih luas.

Pendaftarannya juga tidak sulit. Hanya perlu KK, KTP, nomor rekening bank, dan mengisi formulir kontrak. Setelah itu petugas akan melakukan survei ke lahan yang didaftarkan, antara lain untuk menggambar dan mengukur luas lahan. Setelah semua data terverifikasi, petani akan mendapatkan Kartu Petani, lengkap dengan barcode-nya.

Kemudahan berikutnya, sopir truk tebu cukup menuju pos pantau terdekat untuk mendapatkan tiket masuk ke PG RMI. Pos-pos ini tersebar di banyak titik strategis yang biasa dilewati truk tebu sehingga mudah dijangkau.

Sampai di pos pantau, sopir menyerahkan Kartu Petani kepada petugas. Selanjutnya petugas melakukan scan pada barcode yang tertera di ID card itu. Muncullah data-data terkait tebu yang dibawa sang sopir: nama petani, asal tebu, dan lain-lain. Setelah memeriksa brix tebu dan memasukkan data truk serta nama sopir, petugas mencetak dokumen (biasa disebut SP) sebagai pengantar masuk ke PG RMI.

Sampai di pabrik, tiket akan diperiksa petugas, tebu diperiksa lagi brix-nya dan ditimbang secara digital, lalu truk masuk ke tipper. Sampai di sana, sopir tinggal menunggu saja, karena proses penumpahan tebu sepenuhnya dilakukan dengan tipper yang dijalankan dengan mesin. Selesai penumpahan tebu, sopir akan diberi surat bukti timbang untuk diberikan kepada petani/pemilik tebu.

Kemudahan yang tak kalah menarik adalah cepatnya pembayaran. Petani/pemilik tebu tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan uang hasil penjualannya. Hari ini tebu disetor ke PG RMI, lusa petani sudah bisa mendapatkan uangnya, karena petugas hanya butuh waktu 1 hari untuk memproses dokumen petani.

Petani juga tidak perlu was-was uangnya dibawa lari oleh sopir nakal. Ini karena pembayaran oleh PG RMI tidak dilakukan secara tunai atau diberikan kepada pengangkut tebu. PG RMI mentransfer uang tersebut langsung ke rekening petani.*